A. Pendahuluan
Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi saat ini membuat manusia tampak mengalami kemajuan dalam hidup dan
kehidupan ekonomi yang serba canggih dan modern di dunia. Namun, bila
menelusuri lebih detail, sebenarnya bagian mana di belahan dunia ini yang dan
berubah dari suasana serba sederhana menjadi berkecukupan dan modern ?
Tampaknya, kemajuan yang selama ini di anggap maju ternyata masih mengalami
kemunduran. Hal tersebut ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata
dinikmati oleh setiap warga Negara. Negara Eropa dan Amerika misalnya mendikte
Negara Asia terutama Timur Tengah untuk menerapkan ekonomi konvensional yang
berbasis bunga. Hampir semua hukum keperdataan diwarnai oleh system
konvensional yang berbasis bunga termasuk penerapan asuransi konensional yang
telah menciptakan keresahan dan ketidakadilan kepada nasabahnya. Mudah-mudahan
visi dan misi asuransi syariah yang tidak berbasis pada bunga dan dapat
mengubah rintangan-rintangan yang selama ini membungkus umat manusia dalam
hidup ketidakwajaran dan kecurangan.
Pengkajian pada pokok bahasan
ini, penulis akan memaparkan beberapa poin berkenaan asuransi syari’ah dan
asuransi konvensional sebagai suatu perbandingan, terutama yang berkaitan
keunggulan asuransi syariah bila dibandingkan dengan asuransi konvensional yang
selama ini menjadi acuan hidup dalam hukum perasuransian di Indonesia. Demikian
pula penulis akan mambahas pengertian, sumber hukum, akad perjanjian,
pengelolaan dana, dan keuntungan.
B. Pembahasan
1. Pengertian asuransi
Kata “asuransi” banyak berasal
dari bahasa-bahasa asing diantaranya adalah[1]:
a.
Bahasa Belanda ”assurantie”, yang berarti pertangungan,
b.
Bahasa Italia “insurensi”, yang berarti jaminan
c.
Bahasa Inggris “assurance/insurance”, yang berarti jaminan
d.
Bahasa perancis “asurance”, yang berarti meyakinkan orang
e.
Bahasa Arab “At-ta’min”, yang berarti perlindungan, ketenangan, rasa aman
dan bebas dari rasa takut.
Dari segi bahasa menurut:
a.
Wirjono berarti sebuah persetujuan pihak, yang menjamin berjanji kepada
pihak yang dijamin atas kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin
karena akibat dari sebuah peristiwa yang belum jelas terjadi.
b.
Abbas Salim berarti suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil
(sedikit) yang sudah pasti sebagai (substitusi) kerugian-kerugian yang belum
pasti.
c.
Syeikh Musthafa az-Zarqa berarti cara dalam menghindari risiko yang akan
dihadapinya.[2]
d.
Ensiklopedi Hukum Islam berarti transaksi perjanjian antara dua pihak;
pihak pertama berkewajiban untuk membayar iuran dan pihak lain berkewajiban
memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran.
e.
UU No. 2 thn 1992 pasal 1 berarti perjanjian antara dua pihak atau lebih
dimana pihak penangung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima
premi asuransi untuk memberikan pergantian kepada tertanggung karena suatu
kerugian, kerusakan dan lain sebagainya.
f.
Faturrahman Djamil berarti suatu persetujuan dimana pihak yang menanggung
berjanji terhadap pihak yang ditanggung untuk menerima sejumlah premi mengganti
kerugian yang mungkin akan diderita oleh pihak yang ditanggung, sebagai akibat
dari suatu hal yang mungkin akan terjadi.
Setelah memperhatikan beberapa
definisi asuransi diatas, baik dari segi bahasa ataupun istilah, dapat
disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian asuransi minimal terlibat pihak
pertama yang sanggup menanggung atau menjamin bahwa pihak lain mendapatkan
pergantian dari suatu kerugian yang mungkin akan di derita sebagai akibat dari
suatu peristiwa yang semula belum tentu terjadi atau belum di tentukan saat
akan terjadinya.
Adapun uang yang telah dibayarkan
oleh pihak tertanggung akan tetap menjadi milik pihak yang menaggung apabila
peristiwa yang dimaksud tidak terjadi.
Dalam Asuransi paling tidak ada
tiga unsure yang terlibat. Pertama,pihak tertanggung yang berjanji membayarkan
uang premi kepada pihak penangung secara sekaligus atau secara angsur. Kedua,
pihak pihak penanggung yang berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak
tertanggung secara sekaligus atau secara angsur apabila ada unsure ketiga.
Ketiga, suatu peristiwa yang belum jelas terjadi.
2. Landasan Hukum Asuransi Syariah[3]
Secara structural, landasan operasional asuransi syariah di Indonesia masih
menginduk pada peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara umum (konvensional).
Baru ada peraturan yang secara tegas menjelaskan asuransi syariah pada Surat
Keputusan Direktur jendral Lembaga Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000 tentang
Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi dengan Sistem Syariah.
1.
Perintah Allah untuk mempersiapkan hari depan. Hal ini terdapat dalam
Alquran:
$pkr'¯»t úïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur
Ó§øÿtR
$¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 (
(#qà)¨?$#ur ©!$# 4
¨bÎ)
©!$#
7Î7yz $yJÎ/
tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS Al- Hasyr ayat 18)
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
w
(#q=ÏtéB uȵ¯»yèx© «!$# wur tök¤¶9$#
tP#tptø:$# wur yôolù;$# wur yÍ´¯»n=s)ø9$# Iwur tûüÏiB!#uä |Møt7ø9$# tP#tptø:$#
tbqäótGö6t WxôÒsù `ÏiB öNÍkÍh5§
$ZRºuqôÊÍur
4 #sÎ)ur
÷Läêù=n=ym
(#rß$sÜô¹$$sù
4 wur öNä3¨ZtBÌøgs ãb$t«oYx©
BQöqs%
br& öNà2r|¹
Ç`tã
ÏÉfó¡yJø9$#
ÏQ#tptø:$# br&
(#rßtG÷ès? ¢
(#qçRur$yès?ur
n?tã ÎhÉ9ø9$#
3uqø)G9$#ur (
wur
(#qçRur$yès?
n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur
4 (#qà)¨?$#ur
©!$#
( ¨bÎ) ©!$# ßÏx©
É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
melanggar syi'ar-syi'ar Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan
haram[390], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya[391], dan
binatang-binatang qalaa-id[392], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang
mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari
Tuhannya[393] dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah
berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka
menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada
mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah
kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.(QS Al-Ma’idah ayat
2)
2.
Hadits tentang anjuran menghilangkan kesulitan seseorang diriwayatkan[4] dari Ibnu
Umar R.A, Rosulullah SAW. Bersabda, “ seorang muslim itu adalah bersaudara
dengan muslim lainnya. Ia tidak boleh menzalimi dan menyusahkannya. Barang
siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah pun akan berkenan memenuhi
kebutuhannya. Barang siapa yang melapangkan suatu kesusahan kepada seorang
muslim, Allah akan melapangkan suatu kesusahan diantara kesusahan-kesusahan
pada hari kiamat nanti. Barang siapa yang menutup aib seorang muslim, Allah
akan menutup aib pada hari kiamat”. (H.R Bukhari dan Muslim)
3.
Dalam hukum positif yang menjadi dasar hukum asuransi syariah adalah UU No.
2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian yang masih bersifat global. Perusahaan asuransi dan reasuransi syariah
menggunakan fatwa DSN MUI No. 21/DSN-MUI / X / 2001 tentang pedoman umum
asuransi syariah.
3. Sejarah Berdirinya Asuransi Syariah
Munculnya asuransi syariah di dunia islam di dasarkan adanya anggapan yang
menyatakan bahwa asuransi yang ada selama ini, yaitu asuransi konvensional
banyak mengandung unsur : gharar, maisir, riba[5].
a. Gharar (ketidakjelasan)
Gharar itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya
batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung. Jika baru
sekali seorang tertanggung membayar premi ditakirkan meninggal, perusahaan
asuransi akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi.
Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan asuransi akan untung dan
pihak tertaggung merasarugi secara financial[6].
b. Maisir (judi)
Unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar,
terutama dalamkasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa
meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar
preminya sebagian, maka ahli waris akn menerima sejumlah uang tertentu.
Pemegang polis tidak mengetahui bagaimana dan darimana cara perusahaan asuransi
konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena
keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil resiko oleh
persahaan yang bersangkutan. Yang disebut maisir disinijika perusahaan asuransi
mengandalkan banyak sedikitnya klaim yang dibayarkannya.
c. Riba
Dalam hal riba semua asuransi konvensional menginvestasikan semua dananya
dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga
dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung
keuntungan didepan.
Pernyataan yang serupa telah jauh-jauh di kumandangkan di Malaysia. Jawatan
kuasa kecil malaysia menyatakan dalam kertas kerjanya yang berjudul “Ke arah
Insurance secara Islami” di Malaysia. Bahwa asuransi masa kini mengikuti cara
pengelolaan dari Barat dan sebagian operasinya tidak sesuai dengan ajaran islam[7]. Atas
landasan itulah kemudian dirumuskan bentuk asuransi yang terhindar dari ktiga
unsur yang diharamkan islam itu.
Selanjutnya, pada dekadetahun 70-an, di beberapa Negara islam atau di
Negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim, mulai bermunculan asuransi
yang prinsip opersionalnya mengacu pada nilai-nilai islam dan terhindar dari
unsur-unsur yang diharamkan.
Pada tahun 1979, Islamic Insurance Co. Ltd berdiri di Sudan, Islamic
Insurance Co. Ltd di Arab Saudi. Pada tahun 1983, berdiri Dar al-mal al-Islami
di Genewa dan Takaful Islam di Luxumburg, Takaful Islam Bahamas di Bahamas, dan
at-Takaful al-Islami di Bahrian. Adapun di Negara tetangga yang paling dekat
dengan Indonesia, yakni Malaysia, telah berdiri Syarikat Takaful Sendirian
Berhad pada tahun 1984.
Sedangkan di Indonesia, asuransi Takaful baru muncul pada tahun 1994
seiring dengan diresmikannya PT. Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takaful
umum pada tahun 1995.
Gagasan untuk mendirikan asuransi islam di Indonesia sebenarnya telah
muncul sejak lama, dan pemikiran tersebut lebih menguat pada saat diresmikannya
Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.
4. Pendapat Ulama Mengenai Asuransi Syariah
Tujuan asuransi sangatlah mulia, karena bertujuan untuk tolong-menolong
dalam kebaikan. Namun persoalan yang dipertikaikan lebih lanjut oleh para Ulama
adalah bagaimana instrumen yang akan mewujudkan niat baik dari asuransi
tersebut; baik itu bentuk akad yang melandasinya, sistem pengelolaan dana,
bentuk manajemen dan lain sebagainya
Dari permasalahan instrumen pendukung inilah para Ulama terbagi kepada 2
kelompok besar [8]:
Kedua kelompok dimaksud, masing-masing mempunyai dasar hukum dan memberikan
alasan-alasan hukum sebagai penguat terhadap argument atau pendapat yang
disampaikannya. Disamping itu, ada yang berpendapat membolehkan asuransi yang
bersifat social (ijtima’i) dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial (tijari)
serta ada pula yang meragukannya (syubhat).
a.
Pendapat Ulama Yang Mengharamkan Asuransi Syariah :
1.
Ibnu Abidin, Ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa asuransi adalah haram,
karena uang setoran peserta (premi) tersebut adalah iltizam ma lam yalzam (mewajibkan
sesuatu yang tidak lazim / wajib)
2.
Muhammad Bakhit al-muthi’i (mufti Mesir) mengatakan bahwa akad asuransi
yang menjamin atas harta benda pada hakikatnya termasuk dalam kafalah atau
ta’addi / itlaf.
3.
Muhammad al-Ghazali mengatakan bahwa asuransi adalah haram karena
mengandung riba. Beliau melihat riba tersebut dalam pengelolaan dana asuransi
dan pengembalian premi yang disertai bunga ketika waktu perjanjian telah habis.
4.
Muhammad Yusuf Al-Qardhawi mengatakan bahwa asuransi konvensional dalam
praktiknya sekarang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam.
Ulama-ulama diatas yang mengharamkan asuransi berdasarkan atas 5 alasan
yaitu sebagai berikut:
1.
Asuransi mengandung unsur perjudian yang dilarang dalam islam.
2.
Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang dalam islam.
3.
Asuransi termasuk jual beli atau tukat-menukar mata uang tidak secara
tunai.
4.
Asuransi objek bisnisnya tergantung pada hidup dan matinya seseorang,yang
berarti mendahului takdir Allah SWT.
5.
Asuransi mengandung eksploitasi yang bersifat menekan.
Pelarangan praktik asuransi
berdasarkan atas 4 alasan:
- Asuransi tak lain adalah riba berdasarkan kenyataan bahwa tidak ada kesetaraan antara kedua pihak yang terlibat, padahal kesetaraan demikian wajib adanya.
- Asuransi juga merupakan perjudian, karena ada penggantungan kepemilikan pada munculnya resiko.
- Asuransi adalah pertolongan dalam dosa, karenaperusahaan asuransi meskipun milik Negara, tetap merupakan institusi yang mengadakan transaksi dengan riba.
- Dalam asuransi jiwa juga terdapat unsure risywah, karena kompensasi di dalamnya adalah sesuatu yang tidak dapat dinilai.
b.
Pendapat Ulama Yang Membolehkan Asuransi Syariah[9]
:
Antara lain dikemukakan oleh Mustafa Ahmad Zarqa (guru besar Universitas
Syirya), Syaikh Abdurrahman Isa (guru besar Universitas al-azhar Mesir), Prof.
Dr. Muhammad Yusuf Musa (guru besar Universitas Kairo), Syaikh Abdul wahab Khalaf,
dan Prof. Dr. Muhammad al-Bahi, Syaikh Muhammad Ahmad, Syaikh Muhammad
Dasuki, Dr. Muhammad Najatullah Shiddiq,
Syaikh Muhammad al-Madni.
Pada dasarnya, mereka mengakui bahwa asuransi merupakan suatu bentuk
muamalat yang baru dalam islam dan memiliki manfaat serta nilai positif bagi
ummat selama di landasi oleh praktik-praktik yang sesuai dengan nilai-nilai
islam.
Ulama-ulama diatas yang membolehan asuransi syariah mereka beralasan sebgai
berikut:
1.
Tidak terdapat nash Alqur’an atau hadits yang melarang asuransi.
2.
Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak.
3.
Asuransi menguntungkan kedua belah pihak.
4.
Asuransi mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul
dapat di investasikan dalam kegiatan pembangunan.
5.
Asuransi termasuk akad mudharabah antara pemegang polis dengan perusahaan
asuransi.
6.
Asuransi termasuk usaha bersama yang di dasarkan pada prinsip
tolong-menolong.
Dalam Islam,asuransi haruslah bertujuan kepada konsep tolong menolong dalam
kebaikan dan ketakwaan.
5.Model Dan Karakteristik Asuransi Syariah
Asuransi syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan asuransi
konvensional, yaitu mencari ridha Allah untuk kebaikan dunia dan akhirat.
Asuransi syariah memiliki karakteristik tertentu.
a.
Karakteristik itu pada gilirannya bisa membedakan dirinya dengan asuransi
konvensional. Di antara karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama : akad yang dilakukan adalah akad at-Takafuli.
Kedua : selain tabungan, peserta juga dibuatkan tabungan derma.
Ketiga : merealisir prinsip bagi hasil.
Dalam asuransi konvensional hanya mempunyai tujuan yang semata-mata mencari
keuntungan; dan bukan di dasari oleh rasa tolong-menolong antarsesama. Pada
asuransi konvensional, akad perjanjian yang mendasarinya adalah akad jual-beli
(tabaduli).
Karnaen A Perwaatmadja mengemukakan 4 ciri-ciri asuransi syariah:
1.
Dana asuransi diperoleh dari pemodal dan peserta asuransi didasarkan atas
niat dan persaudaraan untuk saling membantu pada waktu yang diperlukan.
2.
Tata cara pengelolaan tidak terlibat dari unsur-unsur yang bertentangan
dengan syariat islam.
3.
Jenis asuransi Takaful terdiri dari Takaful Keluarga yang memberikan
perlindungan kepada peserta.
4.
Terdapat dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas untuk mengawasi
operasional perusahaan agar tidak menyimpang dari tuntunan syariat islam.
b.
Model asuransi syariah:
1.
Non-Profit Model biasanya dipakai oleh perusahaan sosial milik Negara atau
organisasi yang dikelola secara non-profit (nirlaba). Model inilah yang
sesungguhnya paling mendekati konsep dasar asuransi syariah karena selaras dengan
kaidah-kaidah berikut : saling bertanggung jawab, saling bekerja sama, dan
saling melindungi.
2.
Al-Mudharabah model, secara teknis, al-Mudharabah adalah akad kerja sama
usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan 100% modal sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola. Disini terjadi pembagian untung rugi diantara
anggota (shahibul mal) dan pihak pengelola / perusahaan asuransi (mudharib).
3.
Wakalah, berbeda dengan akad mudharabah, dibawah akad wakalah, Takaful
berfungsi sebagai wakil peserta dimana dalam menjalankan fungsinya (sebagai
wakil), Takaful berhak mendapatkan biaya jasa (fee) dalam mengelola keuangan
mereka.
6. Ciri-Ciri Dan Prinsip Asuransi Syariah Dalam Opersionalnya
a.
Ciri-ciri asuransi syariah yaitu sebagai berikut[10]:
1. Akad asuransi syariah bersifat tabbaru’
2. Akad asuransi syariah bukan akad
mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak.
3. Dalam asuransi syariah tidak ada
pihakyang lebih kuat karena semua keputusan dan aturan diambil menurut
kesepkatan bersama.
4. Aakad asuransi syariah bersih
dari maysir, gharar dan riba.
5. Asuransi ayariah itu bernuansa
kekeluargaan yang kental.
Asuransi syariah, di samping memiliki karakeristik yang melekat pada
konsepnya (built in concept), juga lebih berorientasi untuk :
1. Tolong-menolong dan bekerja sama
2. Saling menjaga keselamatan dan
keamanan
3. Saling bertanggung jawab
b.
Adapun asuransi syariah harus dalam prinsip umum syariah yang sesuai dengan
Fatwa DSN NO. 21/ DSN-MUI/X/2001:
1. Asuransi syariah (ta’amin dan
takaful atau tadhamun)
2. Akadnya harus sesuai syariah
tidak mengandung gharar, maysir, riba, zhulm, risywah, barang haram dan
maksiat.
3. Akad tijarah
4. Akad tabbaru’
5. Premi
6. Klaim.
7.Perbedaan Asuransi Syariah Dan Konvensional[11]
Perbedaan asuransi syariah dan konvensional
No
|
Dari Segi
|
Konvensional
|
Syariah
|
1
|
Konsep
|
Perjanjian antara dua pihak atau lebih, pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan pergantian kepada tertanggung.
|
Sekumpulan orang yang saling membantu, saling
menjamin, dan bekerja sama, dengan cara masing - masing mengeluarkan danatabarru’.
|
2
|
DPS (dewan pengawas syariah)
|
Tidak ada, sehingga dalam prakteknya bertentangan
dengan kaidah-kaidah syara’
|
Ada, yang berfungsi mengawasi pelaksanaan operasional
perusahaan agar terbebas dari praktek - praktek muamalah yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariah.
|
3
|
Akad
|
Akad jual beli(gharar)
|
Akad tabarru’ dan akad tijarah
(mudharabah, wakalah, wadiah, syirkah)
|
4
|
Jaminan/risk (resiko)
|
Transfer of risk, dimana terjadi transfer dari
tertanggung kepada penanggung
|
Sharing of risk, dimana terjadi proses saling
menanggu antara satu peserta dan peserta lainnya (ta’awun)
|
5
|
Peengelolaan dana
|
Tidak ada pemisahan dana, yang berakibat pada
terjadinya dana hangus (untuk produk saving life)
|
Pada produk-produk saving (life) terjadi
pemisahan dana, yaitu dana tabarru’ , sehingga tidak mengenal dana hangus.
Sedangkan untuk term insurance (life) dan general insurance semuanya bersifat
tabarru’.
|
6
|
Kepemilikan dana
|
Dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya
menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan
kemna saja.
|
Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk
iuran atau kontribusi. Merupakan milik peserta atau (shahibul maal), asuransi
syariah hanya sebagai pemegang amanah (mudarib) dalam mengelola dana
tersebut.
|
7
|
Sumber pembayaran klaim
|
Sumber biaya klaim adalah dari rekening
perusahaan, sebagai konsekuensi penangung terhadap tertanggung. Murni bisnis
dan tidak ada nuansa syariah.
|
Sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening
tabarru’ dimana peserta saling menanggung. Jika salah satu peserta mendapat
musibah maka peserta lainnya ikut menanggung bersama resiko tersebut.
|
8
|
Keuntungan (profit share)
|
Keuntungan diperoleh surplus underwrinting,
komisi reasuransi, dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan
perusahaan.
|
Profit yang diperoleh dari surplus underwrinting,
komisi re asuransi, dan hasil investasi bukan seluruhnya menjadi milik
perusahaan tetapi dilakukan bagi hasil (mudharabah).
|
8.Jenis-Jenis Asuransi Syariah dan produknya
Asuransi syariah dibagi kedalam dua jenis yaitu sebagai berikut:
1.
Asuransi Jiwa Syariah yaitu jenis asuransi syariah yang khusus mengola
resiko berkaitan dengan hidupatau meninggalnya seseorang.[12]
Produk-produk asuransi jiwa anatara lain sebagai berikut[13]:
a)
Produk Individu Yang Ada Unsur Tabungan(Saving)
Contohnya:
1) Takaful Dana Investasi
2) Takaful Dana Siswa
3) Takaful Dana Haji
4) Takaful Dana Jabatantakaful
Hasanah
b)
Produk Individu (Non Saving)
Contohnya:
1) Takaful Kesehatan Individu
2) Takaful Kecelakaan Individu
3) Takaful Al-Khairat Individu
c)
Produk kumpulan
Contohnya:
1) Takaful Kecelakaaan Diri Kumpulan
2) Takaful Kecelakaan Siswa
3) Takaful Wisata Dan Perjalanan
4) Takaful Majlis Taklim
5) Takaful Al-Khairat
6) Takaful Medicare
7) Takaful Al-Khairat + Tabungan
Haji
8) Takaful Perjalanan Haji Dan Umrah
2.
Asuransi Umum Syariah yaitu jenis asuransi syariah yang khusus mengelola
resiko yang berkaitan dengan aset, kepentingan dan tanggung jawab, gugat
seseorang atau kelompok orang. Adapun produk-produk asuransi umum, pada
dasarnya dapat dikategorikan menjadi lima class of business sebagai berikut:
1) Asuransi Kebakaran
2) Asuransi Rekayasa
3) Asuransi Pengangkutan
4) Asuransi Aneka
5) Asuransi Kendaraan Bermotor
0 komentar:
Posting Komentar