Get me outta here!

Minggu, 29 November 2015

MAKALAH ASURANSI SYARIAH



A.  Pendahuluan
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini membuat manusia tampak mengalami kemajuan dalam hidup dan kehidupan ekonomi yang serba canggih dan modern di dunia. Namun, bila menelusuri lebih detail, sebenarnya bagian mana di belahan dunia ini yang dan berubah dari suasana serba sederhana menjadi berkecukupan dan modern ? Tampaknya, kemajuan yang selama ini di anggap maju ternyata masih mengalami kemunduran. Hal tersebut ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata dinikmati oleh setiap warga Negara. Negara Eropa dan Amerika misalnya mendikte Negara Asia terutama Timur Tengah untuk menerapkan ekonomi konvensional yang berbasis bunga. Hampir semua hukum keperdataan diwarnai oleh system konvensional yang berbasis bunga termasuk penerapan asuransi konensional yang telah menciptakan keresahan dan ketidakadilan kepada nasabahnya. Mudah-mudahan visi dan misi asuransi syariah yang tidak berbasis pada bunga dan dapat mengubah rintangan-rintangan yang selama ini membungkus umat manusia dalam hidup ketidakwajaran dan kecurangan.
Pengkajian pada pokok bahasan ini, penulis akan memaparkan beberapa poin berkenaan asuransi syari’ah dan asuransi konvensional sebagai suatu perbandingan, terutama yang berkaitan keunggulan asuransi syariah bila dibandingkan dengan asuransi konvensional yang selama ini menjadi acuan hidup dalam hukum perasuransian di Indonesia. Demikian pula penulis akan mambahas pengertian, sumber hukum, akad perjanjian, pengelolaan dana, dan keuntungan.

B. Pembahasan
1. Pengertian asuransi

Kata “asuransi” banyak berasal dari bahasa-bahasa asing diantaranya adalah[1]:
a.       Bahasa Belanda ”assurantie”, yang berarti pertangungan,
b.      Bahasa Italia “insurensi”, yang berarti jaminan
c.       Bahasa Inggris “assurance/insurance”, yang berarti jaminan
d.      Bahasa perancis “asurance”, yang berarti meyakinkan orang
e.       Bahasa Arab “At-ta’min”, yang berarti perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut.

Dari segi bahasa menurut:
a.       Wirjono berarti sebuah persetujuan pihak, yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin atas kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari sebuah peristiwa yang belum jelas terjadi.
b.      Abbas Salim berarti suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai (substitusi) kerugian-kerugian yang belum pasti.
c.       Syeikh Musthafa az-Zarqa berarti cara dalam menghindari risiko yang akan dihadapinya.[2]
d.      Ensiklopedi Hukum Islam berarti transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak pertama berkewajiban untuk membayar iuran dan pihak lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran.
e.       UU No. 2 thn 1992 pasal 1 berarti perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana pihak penangung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan pergantian kepada tertanggung karena suatu kerugian, kerusakan dan lain sebagainya.
f.       Faturrahman Djamil berarti suatu persetujuan dimana pihak yang menanggung berjanji terhadap pihak yang ditanggung untuk menerima sejumlah premi mengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh pihak yang ditanggung, sebagai akibat dari suatu hal yang mungkin akan terjadi. 
Setelah memperhatikan beberapa definisi asuransi diatas, baik dari segi bahasa ataupun istilah, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian asuransi minimal terlibat pihak pertama yang sanggup menanggung atau menjamin bahwa pihak lain mendapatkan pergantian dari suatu kerugian yang mungkin akan di derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu terjadi atau belum di tentukan saat akan terjadinya.
Adapun uang yang telah dibayarkan oleh pihak tertanggung akan tetap menjadi milik pihak yang menaggung apabila peristiwa yang dimaksud tidak terjadi.
Dalam Asuransi paling tidak ada tiga unsure yang terlibat. Pertama,pihak tertanggung yang berjanji membayarkan uang premi kepada pihak penangung secara sekaligus atau secara angsur. Kedua, pihak pihak penanggung yang berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak tertanggung secara sekaligus atau secara angsur apabila ada unsure ketiga. Ketiga, suatu peristiwa yang belum jelas terjadi.

2. Landasan Hukum Asuransi Syariah[3]
Secara structural, landasan operasional asuransi syariah di Indonesia masih menginduk pada peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara umum (konvensional). Baru ada peraturan yang secara tegas menjelaskan asuransi syariah pada Surat Keputusan Direktur jendral Lembaga Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.

1.      Perintah Allah untuk mempersiapkan hari depan. Hal ini terdapat dalam Alquran:
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ  
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS Al- Hasyr ayat 18)

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#q=ÏtéB uŽÈµ¯»yèx© «!$# Ÿwur tök¤9$# tP#tptø:$# Ÿwur yôolù;$# Ÿwur yÍ´¯»n=s)ø9$# Iwur tûüÏiB!#uä |MøŠt7ø9$# tP#tptø:$# tbqäótGö6tƒ WxôÒsù `ÏiB öNÍkÍh5§ $ZRºuqôÊÍur 4 #sŒÎ)ur ÷Läêù=n=ym (#rߊ$sÜô¹$$sù 4 Ÿwur öNä3¨ZtB̍øgs ãb$t«oYx© BQöqs% br& öNà2r|¹ Ç`tã ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tptø:$# br& (#rßtG÷ès? ¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ  
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram[390], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya[391], dan binatang-binatang qalaa-id[392], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya[393] dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.(QS Al-Ma’idah ayat 2)
2.      Hadits tentang anjuran menghilangkan kesulitan seseorang diriwayatkan[4] dari Ibnu Umar R.A, Rosulullah SAW. Bersabda, “ seorang muslim itu adalah bersaudara dengan muslim lainnya. Ia tidak boleh menzalimi dan menyusahkannya. Barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah pun akan berkenan memenuhi kebutuhannya. Barang siapa yang melapangkan suatu kesusahan kepada seorang muslim, Allah akan melapangkan suatu kesusahan diantara kesusahan-kesusahan pada hari kiamat nanti. Barang siapa yang menutup aib seorang muslim, Allah akan menutup aib pada hari kiamat”. (H.R Bukhari dan Muslim)
3.      Dalam hukum positif yang menjadi dasar hukum asuransi syariah adalah UU No. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian yang masih bersifat global.  Perusahaan asuransi dan reasuransi syariah menggunakan fatwa DSN MUI No. 21/DSN-MUI / X / 2001 tentang pedoman umum asuransi syariah.


3. Sejarah Berdirinya Asuransi Syariah
Munculnya asuransi syariah di dunia islam di dasarkan adanya anggapan yang menyatakan bahwa asuransi yang ada selama ini, yaitu asuransi konvensional banyak mengandung unsur : gharar, maisir, riba[5].

a. Gharar (ketidakjelasan)
Gharar itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung. Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakirkan meninggal, perusahaan asuransi akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan asuransi akan untung dan pihak tertaggung merasarugi secara financial[6].

b. Maisir (judi)
Unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalamkasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka ahli waris akn menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang polis tidak mengetahui bagaimana dan darimana cara perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil resiko oleh persahaan yang bersangkutan. Yang disebut maisir disinijika perusahaan asuransi mengandalkan banyak sedikitnya klaim yang dibayarkannya.

c. Riba 
Dalam hal riba semua asuransi konvensional menginvestasikan semua dananya dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan didepan.
Pernyataan yang serupa telah jauh-jauh di kumandangkan di Malaysia. Jawatan kuasa kecil malaysia menyatakan dalam kertas kerjanya yang berjudul “Ke arah Insurance secara Islami” di Malaysia. Bahwa asuransi masa kini mengikuti cara pengelolaan dari Barat dan sebagian operasinya tidak sesuai dengan ajaran islam[7]. Atas landasan itulah kemudian dirumuskan bentuk asuransi yang terhindar dari ktiga unsur yang diharamkan islam itu.
Selanjutnya, pada dekadetahun 70-an, di beberapa Negara islam atau di Negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim, mulai bermunculan asuransi yang prinsip opersionalnya mengacu pada nilai-nilai islam dan terhindar dari unsur-unsur yang diharamkan.
Pada tahun 1979, Islamic Insurance Co. Ltd berdiri di Sudan, Islamic Insurance Co. Ltd di Arab Saudi. Pada tahun 1983, berdiri Dar al-mal al-Islami di Genewa dan Takaful Islam di Luxumburg, Takaful Islam Bahamas di Bahamas, dan at-Takaful al-Islami di Bahrian. Adapun di Negara tetangga yang paling dekat dengan Indonesia, yakni Malaysia, telah berdiri Syarikat Takaful Sendirian Berhad pada tahun 1984.
Sedangkan di Indonesia, asuransi Takaful baru muncul pada tahun 1994 seiring dengan diresmikannya PT. Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takaful umum pada tahun 1995.
Gagasan untuk mendirikan asuransi islam di Indonesia sebenarnya telah muncul sejak lama, dan pemikiran tersebut lebih menguat pada saat diresmikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.


4. Pendapat Ulama Mengenai Asuransi Syariah
Tujuan asuransi sangatlah mulia, karena bertujuan untuk tolong-menolong dalam kebaikan. Namun persoalan yang dipertikaikan lebih lanjut oleh para Ulama adalah bagaimana instrumen yang akan mewujudkan niat baik dari asuransi tersebut; baik itu bentuk akad yang melandasinya, sistem pengelolaan dana, bentuk manajemen dan lain sebagainya
Dari permasalahan instrumen pendukung inilah para Ulama terbagi kepada 2 kelompok besar [8]:
Kedua kelompok dimaksud, masing-masing mempunyai dasar hukum dan memberikan alasan-alasan hukum sebagai penguat terhadap argument atau pendapat yang disampaikannya. Disamping itu, ada yang berpendapat membolehkan asuransi yang bersifat social (ijtima’i) dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial (tijari) serta ada pula yang meragukannya (syubhat).

a.                  Pendapat Ulama Yang Mengharamkan Asuransi Syariah :
1.      Ibnu Abidin, Ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa asuransi adalah haram, karena uang setoran peserta (premi) tersebut adalah iltizam ma lam yalzam (mewajibkan sesuatu yang tidak lazim / wajib)
2.      Muhammad Bakhit al-muthi’i (mufti Mesir) mengatakan bahwa akad asuransi yang menjamin atas harta benda pada hakikatnya termasuk dalam kafalah atau ta’addi / itlaf.
3.      Muhammad al-Ghazali mengatakan bahwa asuransi adalah haram karena mengandung riba. Beliau melihat riba tersebut dalam pengelolaan dana asuransi dan pengembalian premi yang disertai bunga ketika waktu perjanjian telah habis.
4.      Muhammad Yusuf Al-Qardhawi mengatakan bahwa asuransi konvensional dalam praktiknya sekarang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam.
Ulama-ulama diatas yang mengharamkan asuransi berdasarkan atas 5 alasan yaitu sebagai berikut:
1.      Asuransi mengandung unsur perjudian yang dilarang dalam islam.
2.      Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang dalam islam.
3.      Asuransi termasuk jual beli atau tukat-menukar mata uang tidak secara tunai.
4.      Asuransi objek bisnisnya tergantung pada hidup dan matinya seseorang,yang berarti mendahului takdir Allah SWT.
5.      Asuransi mengandung eksploitasi yang bersifat menekan.

Pelarangan  praktik asuransi berdasarkan atas 4 alasan:
  1. Asuransi tak lain adalah riba berdasarkan kenyataan bahwa tidak ada kesetaraan antara kedua pihak yang terlibat, padahal kesetaraan demikian wajib adanya.
  2. Asuransi juga merupakan perjudian, karena ada penggantungan kepemilikan pada munculnya resiko.
  3. Asuransi adalah pertolongan dalam dosa, karenaperusahaan asuransi meskipun milik Negara, tetap merupakan institusi yang mengadakan transaksi dengan riba.
  4. Dalam asuransi jiwa juga terdapat unsure risywah, karena kompensasi di dalamnya adalah sesuatu yang tidak dapat dinilai.
b.                  Pendapat Ulama Yang Membolehkan Asuransi Syariah[9] :
Antara lain dikemukakan oleh Mustafa Ahmad Zarqa (guru besar Universitas Syirya), Syaikh Abdurrahman Isa (guru besar Universitas al-azhar Mesir), Prof. Dr. Muhammad Yusuf Musa (guru besar Universitas Kairo), Syaikh Abdul wahab Khalaf, dan Prof. Dr. Muhammad al-Bahi, Syaikh Muhammad Ahmad, Syaikh Muhammad Dasuki,  Dr. Muhammad Najatullah Shiddiq, Syaikh Muhammad al-Madni.
Pada dasarnya, mereka mengakui bahwa asuransi merupakan suatu bentuk muamalat yang baru dalam islam dan memiliki manfaat serta nilai positif bagi ummat selama di landasi oleh praktik-praktik yang sesuai dengan nilai-nilai islam.

Ulama-ulama diatas yang membolehan asuransi syariah mereka beralasan sebgai berikut:
1.      Tidak terdapat nash Alqur’an atau hadits yang melarang asuransi.
2.      Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak.
3.      Asuransi menguntungkan kedua belah pihak.
4.      Asuransi mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan dalam kegiatan pembangunan.
5.      Asuransi termasuk akad mudharabah antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi.
6.      Asuransi termasuk usaha bersama yang di dasarkan pada prinsip tolong-menolong.
Dalam Islam,asuransi haruslah bertujuan kepada konsep tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.


5.Model Dan Karakteristik Asuransi Syariah
Asuransi syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan asuransi konvensional, yaitu mencari ridha Allah untuk kebaikan dunia dan akhirat. Asuransi syariah memiliki karakteristik tertentu.
a.       Karakteristik itu pada gilirannya bisa membedakan dirinya dengan asuransi konvensional. Di antara karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama : akad yang dilakukan adalah akad at-Takafuli.
Kedua : selain tabungan, peserta juga dibuatkan tabungan derma.
Ketiga : merealisir prinsip bagi hasil.
Dalam asuransi konvensional hanya mempunyai tujuan yang semata-mata mencari keuntungan; dan bukan di dasari oleh rasa tolong-menolong antarsesama. Pada asuransi konvensional, akad perjanjian yang mendasarinya adalah akad jual-beli (tabaduli).

Karnaen A Perwaatmadja mengemukakan 4 ciri-ciri asuransi syariah:
1.      Dana asuransi diperoleh dari pemodal dan peserta asuransi didasarkan atas niat dan persaudaraan untuk saling membantu pada waktu yang diperlukan.
2.      Tata cara pengelolaan tidak terlibat dari unsur-unsur yang bertentangan dengan syariat islam.
3.      Jenis asuransi Takaful terdiri dari Takaful Keluarga yang memberikan perlindungan kepada peserta.
4.      Terdapat dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas untuk mengawasi operasional perusahaan agar tidak menyimpang dari tuntunan syariat islam.

b.      Model asuransi syariah:
1.      Non-Profit Model biasanya dipakai oleh perusahaan sosial milik Negara atau organisasi yang dikelola secara non-profit (nirlaba). Model inilah yang sesungguhnya paling mendekati konsep dasar asuransi syariah karena selaras dengan kaidah-kaidah berikut : saling bertanggung jawab, saling bekerja sama, dan saling melindungi.
2.      Al-Mudharabah model, secara teknis, al-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan 100% modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Disini terjadi pembagian untung rugi diantara anggota (shahibul mal) dan pihak pengelola / perusahaan asuransi (mudharib).
3.      Wakalah, berbeda dengan akad mudharabah, dibawah akad wakalah, Takaful berfungsi sebagai wakil peserta dimana dalam menjalankan fungsinya (sebagai wakil), Takaful berhak mendapatkan biaya jasa (fee) dalam mengelola keuangan mereka.




6. Ciri-Ciri Dan Prinsip Asuransi Syariah Dalam Opersionalnya
a.       Ciri-ciri asuransi syariah yaitu sebagai berikut[10]:
1.      Akad asuransi syariah bersifat tabbaru’
2.      Akad asuransi syariah bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak.
3.      Dalam asuransi syariah tidak ada pihakyang lebih kuat karena semua keputusan dan aturan diambil menurut kesepkatan bersama.
4.      Aakad asuransi syariah bersih dari maysir, gharar dan riba.
5.      Asuransi ayariah itu bernuansa kekeluargaan yang kental.
Asuransi syariah, di samping memiliki karakeristik yang melekat pada konsepnya (built in concept), juga lebih berorientasi untuk :
1.      Tolong-menolong dan bekerja sama
2.      Saling menjaga keselamatan dan keamanan
3.      Saling bertanggung jawab
b.      Adapun asuransi syariah harus dalam prinsip umum syariah yang sesuai dengan Fatwa DSN NO. 21/ DSN-MUI/X/2001:
1.      Asuransi syariah (ta’amin dan takaful atau tadhamun)
2.      Akadnya harus sesuai syariah tidak mengandung gharar, maysir, riba, zhulm, risywah, barang haram dan maksiat.
3.      Akad tijarah
4.      Akad tabbaru’
5.      Premi
6.      Klaim.


7.Perbedaan Asuransi Syariah Dan Konvensional[11]


Perbedaan asuransi syariah dan konvensional

No
Dari Segi
Konvensional
Syariah
1
Konsep
Perjanjian antara dua pihak atau lebih, pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan pergantian kepada tertanggung.
Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerja sama, dengan cara masing - masing mengeluarkan danatabarru’.
2
DPS (dewan pengawas syariah)
Tidak ada, sehingga dalam prakteknya bertentangan dengan kaidah-kaidah syara’
Ada, yang berfungsi mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan agar terbebas dari praktek - praktek muamalah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
3
Akad
Akad jual beli(gharar)
Akad tabarru’ dan akad tijarah (mudharabah, wakalah, wadiah, syirkah)
4
Jaminan/risk (resiko)
Transfer of risk, dimana terjadi transfer dari tertanggung kepada penanggung
Sharing of risk, dimana terjadi proses saling menanggu antara satu peserta dan peserta lainnya (ta’awun)
5
Peengelolaan dana
Tidak ada pemisahan dana, yang berakibat pada terjadinya dana hangus (untuk produk saving life)
Pada produk-produk saving (life) terjadi pemisahan dana, yaitu dana tabarru’ , sehingga tidak mengenal dana hangus. Sedangkan untuk term insurance (life) dan general insurance semuanya bersifat tabarru’.
6
Kepemilikan dana
Dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan kemna saja.
Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi. Merupakan milik peserta atau (shahibul maal), asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah (mudarib) dalam mengelola dana tersebut.
7

Sumber pembayaran klaim
Sumber biaya klaim adalah dari rekening perusahaan, sebagai konsekuensi penangung terhadap tertanggung. Murni bisnis dan tidak ada nuansa syariah.
Sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru’ dimana peserta saling menanggung. Jika salah satu peserta mendapat musibah maka peserta lainnya ikut menanggung bersama resiko tersebut.
8
Keuntungan (profit share)
Keuntungan diperoleh surplus underwrinting, komisi reasuransi, dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaan.
Profit yang diperoleh dari surplus underwrinting, komisi re asuransi, dan hasil investasi bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan tetapi dilakukan bagi hasil (mudharabah).



8.Jenis-Jenis Asuransi Syariah dan produknya
Asuransi syariah dibagi kedalam dua jenis yaitu sebagai berikut:
1.      Asuransi Jiwa Syariah yaitu jenis asuransi syariah yang khusus mengola resiko berkaitan dengan hidupatau meninggalnya seseorang.[12] Produk-produk asuransi jiwa anatara lain sebagai berikut[13]:
a)      Produk Individu Yang Ada Unsur Tabungan(Saving)
Contohnya:
1)      Takaful Dana Investasi
2)      Takaful Dana Siswa
3)      Takaful Dana Haji
4)      Takaful Dana Jabatantakaful Hasanah
b)      Produk Individu (Non Saving)
Contohnya:
1)      Takaful Kesehatan Individu
2)      Takaful Kecelakaan Individu
3)      Takaful Al-Khairat Individu
c)      Produk kumpulan
Contohnya:
1)      Takaful Kecelakaaan Diri Kumpulan
2)      Takaful Kecelakaan Siswa
3)      Takaful Wisata Dan Perjalanan
4)      Takaful Majlis Taklim
5)      Takaful Al-Khairat
6)      Takaful Medicare
7)      Takaful Al-Khairat + Tabungan Haji
8)      Takaful Perjalanan Haji Dan Umrah
2.      Asuransi Umum Syariah yaitu jenis asuransi syariah yang khusus mengelola resiko yang berkaitan dengan aset, kepentingan dan tanggung jawab, gugat seseorang atau kelompok orang. Adapun produk-produk asuransi umum, pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi lima class of business sebagai berikut:
1)      Asuransi Kebakaran
2)      Asuransi Rekayasa
3)      Asuransi Pengangkutan
4)      Asuransi Aneka
5)      Asuransi Kendaraan Bermotor






[1]M. Nur Rianto Al- Arif, Lembaga Keuangan Syariah, (Bandung: Cv Pustaka Setia, 2012) h.210
[2]Muhammad Syakir Sula, Asuransi  Syariah, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004) h,29
[3]Muhammad Syakir Sula, Lembaga Keuangan,,,h.85
[4]M. Nur Rianto. Lebaga Keuangan...h.224
[5]Ahmad Rodoni dan Abdul hamid, Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim )h. 97
[6] Www. Wikimu.Com diakses pada tanggal 19 November  2015, pukul 10.25 WIB.
[7] Ahmad rodoni dan abdul hamid, lembaga keuangan...h.98
[8]Muhammad Syakir Sula, Lembaga Keuangan...h.58
[9]Muhammad Syakir Sula, Lembaga Keuangan...h.71
[10]M. Nur Rianto, Lembaga Keuangan..h.217
[11]M. Nur Rianto, Lembaga Keuangan...h.219
[12]M. Nur Rianto, Lembaga Keuangan...h.235
[13]Muhammad Syakir Sula, Lembaga Keuangan...h.638

0 komentar:

Posting Komentar